10-Februari-2008

Virginity, purity, majesty!
It's heavenly to be with you.
Fascination!
Perfect lover, frame, flower emblem of Holland.
Powerful bond with another.
Hospitality!
Youthful innocence!
Refinement, beauty.
Concealed love!
Love, daintiness, patience!
Slighted love..
Love, I love you.
I will remember, always.
Deception, gracious lady.
Hypericum!
Daydreamer, pure of heart,
Heaven in your eyes, congratulations!

EGP

Semakin banyak penyesalan yang timbul...
Penyesalan karena ketiadaan waktu tuk berikan yang terbaik buatmu. Penyesalan karena kesia-sian yang kulakukan untukmu padahal aku dapat berikan hal yang terbaik untukmu. Penyesalan ketidak tegasanku yang timbulkan ketidak pastian langkah hidup yang harus ku tempuh. Penyesalan atas kemunafikan dan hingga kematian menjemput, egoismu masih diatas segalanya.

Cukup hanya satu kata darimu tuk tutupi semua kemunafikan, "EGP !"
Teruslah hidup dalam kebohongan, teruslah hidup dalam kemunafikan, teruslah hidup dengan pembenaran, teruslah hidup seperti itu, agar egoismu dapat terlampiaskan agar egosimu tidak terkalahkan agar egoismu dapat puaskan hatimu dan hatimu bisa layani egoismu

Kulminasi

Hati yang gundah semakin meradang, karena terlalu kuat egoisme yang saling tarik menarik kepentingan jiwa, saling tolak menolak atas ketidak mampuan hati tuk akui kedamaian yang diinginkan. Keinginan tuk bisa cairkan semua hal yang mengumpal di dada malah menjadi titik balik dimana gumpalan itu menjadi semakin mengkristal dan hingga akhirnya menggunung, menyesakkan dada.
Telan semua kedongkolan, telan semua kekesalan, telan semua kekecewaan. Masak semua dengan api kemarahan, kukus dengan api kecemburuan dan panggang dengan api kebencian. Minum dengan semua permasalahan, minum dengan semua kegetiran, minum dengan semua ketidak berdayaan agar kedongkolan, kekesalan dan kecewaan masuk ke kerongkongan, agar dapat kenyangkan dan puaskan hasratmu.
Dan semoga Allah menggantikan kebencian, kemarahan, kekecewaan, kedongkolan dan segala macam rasa yang membuat engkau tidak pernah sudi melihat dan berhubungan dengan aku, menjadi kecintaan, kerinduan, kasih sayang dan mahabbah agar engkau tidak mati dalam kebencian, kemarahan, kekecewaan dan kedongkolan.

The Grave Blanket

Meradang

Kupandangi dari balik kaca,... satu, dua, tiga... semua, hampir semua usia ada di sana, di kamar bangsal 25. Apatah gerangan sehingga sanak saudara berkumpul semua... Perlahan kubuka pintu dan kudekati mereka.. sayup terdengar suara lirih dari seorang ibu tua mengucapkan sesuatu kalimat... tunggu... kalimat itu tidak asing di pendengaranku... laa ilahaaillallah... kata-kata itu mengalir pelan tapi tegas ditujukan pada orang yang terbaring di atas kasur... Ternyata si ibu menuntunnya... menuntun ke jalan menuju surga.. wallahu alam...

Aku terhenyak, dikala jelang kematian, semua saudara berikan perhatian, berikan kecintaan, dan berikan semua kasih sayang yang ada untuk si sakit. Ku lihat senyum ikhlas di bibir si sakit, pelan dia tersenyum pada setiap orang yang mengelilinginya. Wajahnya begitu damai, bahagia, betapa dia merasakan kasih sayang, kecintaah dan perhatian dari orang-orang sekitarnya. Semua dia pandangi, semua mendapat senyuman, hingga tidak ada lagi yang terlewatkan.

Tanpa sengaja dia memandangku, lama, dan senyumnya semakin mengembang seolah senyum kemenangan atau senyum yang berusaha sembunyikan tertawa. Entahlah... semua mata memandang ke arah pandangan si sakit, memandangku... seolah bertanya ada apa gerangan?

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un... terucap dari mulutku sambil menatap si sakit.. dan semua mata kembali memandang ke arah pandanganku, menatap si sakit.. Satu, dua, tiga... semua, hampir semua usia yang ada disitu berteriak histeris, menangis....

Ku dekati almarhum, kubisikkan ke telinganya :
Bung, kenapa kau tersenyum demikian rupa, padahal kita tidak saling kenal? Kenapa kau sembunyikan tawamu, padahal tidak ada kelucuan disitu?
Ah... ternyata kau menertawakanku karena aku tidak mendapatkan perhatian, kasih sayang dan kecintaan dari orang yang mencintai aku disaat aku meradang. Kau tersenyum penuh kemenangan karena kau bisa dapatkan perhatian, kecintaan dan keperdulian dari orang sekitarmu, sementara aku terus meradang berharapkan hal yang demikian
Bung, aku cemburu dengan keberuntunganmu

Nafikkan !

Aku tidak menafikkan bahwa aku terus berharap dengan hubungan ini, aku pun tidak nafikkan bahwa aku bersedia menanti sampai kamu benar-benar mendapatkan pandangan baru, atau kamu kembali kepada tujuan kita semula. Tapi tidak mungkin aku nafikkan bahwa ternyata sudah tidak ada lagi niat dan keinginan kamu untuk kembali ke tujuan semula. Semua tiada guna lagi ketika niat dan tujuan telah ditiadakan... padahal niat dan tujuan itu yang membuatku terus dan terus berharap dan mencoba dengan keyakinan yang ada untuk capai apa yang telah ditetapkan..

Ketika tujuan tiada lagi, apa yang harus dicapai?
Ketika niat sudah terhenti, apa yang jadi pendorong hati?
Ketika semua sudah dinafikkan, haruskah jadi kemunafikan?

No priority

Mencintai artinya memberikan semua prioritas kepada orang yang kau cintai, dengan penuh pengertian biarkan dia lakukan apa yang diinginkannya.

Mencintai artinya jangan mengharapkan prioritas dari orang yang kau cintai, dengan penuh pengertian terima bahwa kaulah prioritas terakhirnya

Ketika ada keinginan diprioritaskan, siap-siaplah terima ungkapan, "kamu harus mengerti, kalau memang mencintai!"

Ketika apa yang kamu prioritaskan diabaikan, siap-siaplah terima ucapan, "kamu harus mengerti, kalau memang mencintai!"

Mencintai is no priority.

Getir !

Sungguh aku tak menyangka, ternyata hati yang gundah ini telah dipaksa untuk mati. Apa yang ada dalam gambaranku, apa yang ada dalam benakku dan apa yang pernah kamu katakan dan selalu katakan ternyata semua membuktikan apa yang menjadi ketakutanku, kegundahanku.

Dalam sisa waktuku, dalam duka yang semakin meradang, aku terus berusaha cari kedamaian karena hati yang gundah ingin mati dalam kedamaian. Aku coba berusaha hibur hati bahwa kecintaanmu akan mengiringi kematianku, bahwa kasih sayangmu akan hantarkan ku ke pintu kematianku, bahwa hati yang gundah mati untuk orang tercinta, bahwa hati yang gundah mati untuk orang yang dikasihi, demi kebaikan dan keinginan yang dicapai oleh orang-orang tercinta, diiringi tetesan air mata sebagai aktualisasi rasa cinta dan kasih sayang.


Tangisan itu, bukan untukku. Kasih sayang itu, telah terkubur, Kecintaan itu, semakin semu dan kabur. Hati yang gundah telah mati bersama kematian cintamu, bersama semua kata-kata yang selalu membuatku tidak pernah menentu, bersama semua skenario, pikiranmu, langkah hidupmu.. bahwa kata-kata adalah penghibur, bahwa kecintaan adalah pelipur, bahwa semua ternyata tidak seperti dalam benakku seperti yang ada dalam benakmu.

Damai, damailah engkau saudara...
Kepergianmu diiringi tangis pengharapan yang sangat...
kedatangaanmu telah disambut dengan hangat oleh handai taulan
Kepergianmupun menjadikan suatu kecintaan...

Saudara, aku menantimu tuk kematian hati yang gundah
Saudara, aku menantimu tuk buktikan kecintaan dan kasih sayangku padanya
Saudara, biarpun katanya kau tak pernah tahu isi hatinya,
percayalah, saudara, kepergianmu ditangisinya,
kepergianmu melekat dalam hati handai taulan,
kepergianmu adalah kedamaianmu...
karena kematianmu diiringi akan pengharapannya padamu
kepergianmu adalah kegetiranku...
karena kecintaannya padaku ikut terkubur bersamamu

Redakan kegalauan

Setiap helaan napasku selalu terasa berat... seolah kuharus hirup lebih dalam dan lebih dalam lagi... hati yang gundah semakin meradang....

Kadang kesadaranku timbul untuk tidak perlu bertanya kenapa, karena tidak pernah selalu ada jawaban yang dapat memuaskan hati, tidak perlu mengungkit kenapa semua bisa terjadi, karena tidak pernah ada jawaban yang pasti.

Kadang kesadaran ini datang dan sadari apa yang terjadi bukan juga karena luapan hati semata, bukan karena emosi, tetapi apa yang terjadi memang teraktualisasi pada apa yang pernah dialami.

Jadi kenapa harus kenapa?

Ku kau sadari & Kau ku sadari

Februari, sepuluh, dua ribu delapan! Tidak lama lagi, dan dalam hitungan hari masa itu pun segera kan datang. Kegalauan, kecemasan, keterpurukan... dan hati yang gundah pun semakin sekarat. Dengan kecepatan penuh, dua puluh empat jam perhari, suatu kecepatan yang sudah tak terbantahkan, secepat itu juga hati yang gundah ini semakin meradang. Dengan kecepatan tersebut, loncatan minggu pertama pun pasti terlampaui.

Pakaian, kertas-kertas yang berhamburan, dan semua barang yang tidak tertata rapih seolah mencerminkan kegalauan dalam hati yang gundah ini. Perlahan kusapukan pandanganku kesetiap sudut ruangan, dan setiap pandanganku selalu menangkap semua hal yang mengingatkanku pada semua kejadian yang kulalui.

Dan ketika kenangan itu berhenti pada suatu kurun waktu,

Adalah dusta bila tak disadari…
adalah penghianatan sanubari…
jika itu bukan sekedar basa-basi

Kesadaranmu mengeskpresikan isi hatimu,
menggambarkan ketidak inginan,
menunjukkan ketiadaan asa,
namun berharap ketiadaan duka

Kesadaranku…
apakah hanya kesadaran semu?
atau hanya harapan yang tak berujung?
atau sebaliknya…
itukah kesadaran mencintai?
itukah kesadaran menyayangi?
bahwa cintai bukanlah ingin…
bahwa sayang bukanlah asa

ku kau sadari dan kau ku sadari